
GPFC Palembang, – Beragam spot sudah dijajal, mulai dari kolam, sungai, Muara Laut Sungsang, Bagan hingga ke perairan Karang Pedrik yang terletak di antara Laut Sumsel dan Laut Bangka. Kali ini Komunitas memancing Graha Pena Fishing Club (GPFC) ingin menjajal spot baru yang lebih menantang. Tak puas dengan ikan kecil, keinginan menaklukan ikan berukuran monster menggelora. Muncullah keinginan menjajal spot di Perairan laut Lampung, tepatnya SMR. Apa itu SMR ? Sea Mount Reef, cekungan karang yang tersusun diantara Anak Pegunungan Krakatau dengan kedalaman bervariasi 100 sampai 200 meter.

Komunitas GPFC ini, merupakan kumpulan para pewarta dan karyawan yang tergabung dibawah bendera Sumatera Ekspres Grup (SEG). Komunitas ini diprakarsai H Muhammad Muslimin (HMM), akrab disapa Bang Min, sekaligus Direktur Utama Sumeks Grup. Kali ini bang min mengajak kami menuju Spot SMR yang menjadi primadona para angler di Indonesia, khususnya Indonesia bagian barat. Potensi ikan di laut lepas berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini menjadi habitat ikan dari berbagai spesies dan ukuran yang menjadi buruan para pemancing.

Ternyata penantian panjang yang kami impikan menyesuaikan jadwal kapal Singa Laut, kapal yang biasa disewa para angler menuju spot terbaik sangat padat. Dari pengajuan bulan Maret, GPFC baru bisa melaut pada September 2021. Tepatnya 17,18,19 September 2021. Hanya saja, jadwal yang padat ini menguntungkan kami sebagai pemancing pemula yang baru pertama kali ke Laut lepas. sehingga Kami memiliki kesempatan untuk melengkapi peralatan/piranti memancing.
Memang, peralatan memancing di laut berbeda dengan sungai atau kolam. Tarikan ikannya sangat kuat. Butuh standar peralatan dengan kwalitas tinggi. Perlengkapan baru dan namanya rada aneh, kadang kamipun bingung menyebut peralatan tersebut. Harganya terbilang mahal dibanding peralatan pancing biasa.
Singkat cerita, 16 personil dengan Leader Endang Kosasi, H Muslimin dan Suhendi, anggota Mas Didi, H Antoni, Tri Nurwanto, H Aziz, Rosidi, Bro Jum, Iwan, Kuyung Iska, Reno, Hailendri, Uda Yurdi, dan Hendra. Sesuai jadwal, tanggal 16 September, sekitar pukul 21.30 wib, tim berkumpul di Graha Pena, Mabes Sumeks Grup. Usai pengarahan, 3 minibus dan 1 mobil bok bergerak menyurusi Tol Palembang-Lampung.

Tim beristirahat di Rest Area 215. Kondisi jalan yang lumayan sepi, membuat mobil bisa bergerak cepat menembus udara malam. Tiba di rest area lebih cepat dari jadwal semula. Jika tim langsung bergerak, dipastikan tiba di mes dan Dermaga Singa Laut akan terlalu pagi, sekitar pukul 02.00 wib. Karenanya, ketua tim mengizinkan personil beristirahat sembari minum kopi untuk sedikit menyiangkan hari. Adapula yang mencari e-tol, karena saldo tidak cukup. Sayangnya, e-tol agak langka.
Petugas minimarket mengaku transaksi sedang ada gangguan. Justru di lapak warung makanan ringanlah e-tol tersedia. Sekitar pukul 01.00 wib, tim kembali bergerak menyusuri tol hingga keluar di Gerbang Tol Kota Baru. Tim sempat terpisah, untungnya ada teknologi sharelock. Jadi leader yang berada di depan mengirim titik lokasi, kami tinggal mengikuti arahan online dari teknologi perangkat komunikasi yang tersedia.
Sekitar pukul 04.00 wib, tim tiba di Pantai Mutun langsung menuju Dermaga Singa Laut. Seorang petugas mengatur parkir kendaraan. Barang bawaan dan seluruh perlengkapan kami diangkut ke kapal menggunakan gerobak.

Kapal Singa Laut yang bakal membawa rombongan sudah bersandar di dermaga. Beberapa angler memanfaatkan moment ini dengan berselfie ria, ada yang duduk menikmati pemandangan malam. Tapi, ada juga angler yang tidak sabar menjajal mata pancing cumi. Ya, di lokasi ini terlihat ada beberapa cumi-cumi berenang diantara rerumputan air laut. Benar-benar menggoda.
Hingga sayup terdengar azan subuh berkumandang, sebagian dari kami menunaikan solat subuh di mess Singa Laut berjamaah. Usai solat, sebagian angler melepas lelah beristirahat di mess. Ada pula yang sibuk merangkai pancing. Maklum, jadwal keberangkatan menuju spot pertama pada pukul 07.00 wib.
Rasa lapar menggelayap, hingga menu sarapan nasi uduk tiba. Lahap, menu khas Indonesia ini disantap bersama. Sunrise di perairan laut menambah akrab suasana. Setelah semua barang diangkut kru dan ABK Kapal Singa Laut, kapal pun melaju.
Suasana benar-benar akrab, semua bercengkrama. Bosmin, mengingatkan para angler untuk segera meminum obat anti mabuk. Mabuk laut menjadi momok paling menakutkan bagi para angler, karenanya sebelum terlambat semua diminta minum obat tersebut. Lebih kurang 8 jam perjalanan harus kami tempuh untuk sampai di spot SMR.
Awalnya ombak masih lumayan tenang, para angler masih bercengkeramah, ada juga yang sibuk menemani para ABK merangkai pancing. Setelah 5 jam perjalanan, tantangan mulai terasa. Angin kencang dan ombak tinggi menerjang kapal. Goncangan kapal yang meliuk mengikuti arah ombak, mombalik balik isi perut. Rasa mual dan kepala pusing mulai menyerang.
Tak tahan dengan kondisi ini, beberapa angler memilih tidur di dalam kapal. Sekitar pukul 15.00 wib, tibalah di spot awal. Sirine dibunyikan kapten kapal, ini menandakan kapal sudah berhenti sempurna. Para angler dipersilakan menurunkan pancing.

Kerinduan akan spot yang disebut-sebut terbaik di perairan Lampung ini memuncak, para angler sibuk menyiapkan piranti pancingnya masing-masing. Lokasi favorit diburitan kapal, di areal ini cukup luas, para angler bisa leluasa melempar mata kail ke seluruh arah tanpa ada gangguan. Tak cuma itu, saat terjadi tarik menarik dengan ikan, kemungkinan senar pancing tersangkut badan kapal sangat kecil.
Karena ikan biasanya akan membawa kail keluar body kapal. Namun, kapasitas di areal ini sangat terbatas, hanya mampu menampung beberapa angler, jika dipaksakan berkumpul dititik ini, tali pancing akan kusut.
Sebagian angler memilih lokasi dipinggiran kanan kiri kapal, ada lagi yang mengambil lokasi di bagian depan kapal. Para angler sibuk sendiri-sendiri dengan perlengkapan dan peralatan masing-masing. Ada yang memilih tehnik pancing jigging, yaitu menggunakan umpan dari metal yang berbentuk ikan, pada ujungnya dipasang kail bermata tiga. Ada pula yang menggunakan tehnik pancing dasaran, yaitu menggunakan umpan hidup cumi-cumi atau potongan daging ikan.
Hempasan ombak yang menggoyangkan kapal tidak dihiraukan, air laut yang terkadang memercik ke muka dianggap sebagai pelembab wajah dari sengatan sinar matahari. Strike awal, dibuka oleh Hendra yang langsung menarik kakap merah. Tehnis jigging yang dipakai Hendra, membuat angler yang menggunakan teknik dasaran goyah, beberapa angler yang menseting ulang pancingnya menggunakan tehnik dasaran.

Pesta strike benar-benar terjadi, Bosmin di bagian buritan kapal strike dan berhasil menaklukan Kakap Merah lebih kurang 5 kilogram. Perang strike, hampir semua angler berhasil menaklukan ikan. Ada Kakap merah, Nila Laut, Kadal, serta aneka ikan lainnya berhasil diangkat.
Rasa capek dan lelah, usai menempuh perjalanan dari Palembang, dilanjutkan perjalanan via laut lebih kurang 8 jam hilang seketika. Aksi saling ledek dan canda antar angler benar-benar membuat suasana happy. Deburan ombak dan desiran angin, pecah oleh suara saling ledek antar angler.
Helendri yang sibuk mengabadikan moment ini, menambah hangat suasana. Saking banyaknya ikan, Helendri pun kebagian strike kerapu, meski ukurannya lumayan kecil. Mas Didi, Yurdi, Pak Endang, Suhendi, Iwan kebagian kakap merah. Sementara Mas Reno berhasil menarik ikan Simba ukuran sedang. Kapten kapal tak mau ketinggal pesta, strike kakap merah juga dirasakannya. Sayang beberapa angler yang terlanjur mabuk laut tidak bisa menikmati ini. Pesta strike berhenti, ketika alarm azan Magrib berkumandang dari handfhone kapten kapal. Bergantian, kami menunaikan kewajiban solat.
Goncangan ombak yang kuat, hampir tidak bisa melaksanakan solat berdiri. Karenanya, semua melaksanakan solat dengan cara duduk. Meski sudah duduk, berkali tubuh kita oleng bahkan terbanting ke dinding kapal. Kapten kapal mengingatkan, untuk sedikit menyenderkan tubuh di dinding kapal, guna menghindari bantingan ombak. Jika bukan karena ketaatan yang kuat, mungkin akan sulit menunaikan kewajiban ini. Usai solat, koki kapal berteriak memanggil para angler untuk makan.
Menu telur dan tempe goreng, ditambah sayur lodeh terasa begitu nikmat. Tubuh yang semula dingin diterpa angin laut menjadi hangat. Usai santap malam, beberapa angler langsung mengambil joran dan memancing lagi. Karena malam, Pak Endang selaku leader menganjurkan angler mamakai tehnik jigging.

Sayangnya, cuaca kurang bersahabat. Angin dan ombak begitu keras menghantam badan kapal, goncanganpun begitu terasa. Kecepatan angin, menurut kapten kapal mencapai 17 knot, ombak menerjang hingga 8 meter.
Para angler yang mabuk laut semakin menjadi, pesta “uwak” alias mabuk laut bersahutan. Kondisi makin diperparah dengan hujan yang turun. Namun, hujan ini ternyata membawa berkah, usai hujan turun, serangan tongkol berdatangan. Jual beli strike tongkol terjadi. Para ABK yang semula hanya bertugas melepaskan ikan dari mata pancing, tak ingin ketinggalan moment. Joran angler yang tidak terpakai digunakan. Benar-benar hiruk pikuk strike, suara ikan tongkol yang berhasil diangkat, terjatuh dan menggelepar di dek kapal.
Kebisingan suara ini membangunkan angler yang semula terlelap di dalam kapal, mereka tahu betul itu suara apa. Berhamburan mereka mengambil peralatan pancing masing-masing. Terpaan air hujan dan tiupan angin laut tak dihiraukan, semua sibuk melempar umpan dan menarik tongkol. Tak Cuma tongkol, ikan Kadalpun berhasil dinaikkan. Yurdi, berhasil mengangkat GT yang biasa disebut ABK dengan Simba seberat 25 kilogram.
Lebih kurang 45 menit, aksi saling tarik antara angler dengan ikan terjadi. Ikan primadona angler yang terkenal dengan tarikannya yang sangat kuat itu berhasil di taklukkan. Karenanya, predikat lulusan cumlaude disematkan kepadanya. Untuk diketahui, ibarat sekolah, GPFC membuat tingkatan dalam memancing. SD untuk memancing di kolam, SMP di bagan, SMA di Karang Prendrik dan S1 untuk memancing di samudera atau laut lepas.
Tingkatan ini disusun berdasarkan tingkat kesulitan memancing. Pesta strike ini berlangsung sampai pukul 07.00 wib. Setelahnya strike menghilang, para angler memutuskan untuk beristirahat sembari menikmati sarapan pagi yang disiapkan koki kapal. Lebih kurang 2,5 box terisi. Sampai siang hampir tidak ada strike.
Kapten kapal memutuskan pindah spot hingga dua kali. Namun zonk strike.
Cuaca benar-benar tidak bisa diajak bersahabat, suhu air yang dingin sekitar 22 derajat menyebabkan ikan kurang memakan umpan. Kapten memutuskan untuk bergerak ke spot pinggiran yang dinamai Blubuk. Serangan tongkol di spot ini terjadi menjelang fajar. Jual beli strike kembali terjadi, meski tidak seramai di spot pertama dan ukuran ikannya agak kecil, namun cukup menggembirakan.

Puluhan tongkol, ikan kadal, ikan salam, kerapu, kakap merah dan beragam jenis lainnya berhasil diangkat. Ini berlangsung sampai pagi. Mempertimbangkan kondisi angler yang mabuk laut, leader tim Bosmin memutuskan untuk pulang lebih awal. Seyogiyanya pukul 10.00 wib, kapal baru bergerak pulang dipercepat pukul 07.00 wib.
Tim sempat kawatir akan kondisi kesehatan angler yang mabuk laut karena perut mereka yang kosong selama dua hari. Tapi, Leader mengingatkan untuk tidak terlalu kawatir, kondisi seperti ini sudah biasa. Bukan Cuma pemancing fomula, pemancing profesionalpun terkadang masih terserang mabuk laut. Biasanya, setelah melihat daratan mabuk ini langsung hilang.
Meski tidak mencapai target 5 box, namun para angler tidak boncos. Kami berhasil membawa 3 box ikan atau sekitar 750 kilogram (1 box 250 kg). Minggu (19/9) tim tiba kembali di Graha Pena dalam keadaan sehat. Trip kali ini memberi suasana yang berbeda. Terimakasih untuk Bosmin, Pak Endang, dan rekan-rekan semua. Tunggu kami di trip berikutnya, dengan catatan siapkan kesehatan dan mental.. (GPFC)

duduk sama rendah berdiri sama tinggi salam satu hobi, salam joran melengkung… GPFC.